Pengadaan kapal selam oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
dikaji dari awal lagi. Alasannya, selain adanya prioritas anggaran pada
kesejahteraan prajurit, juga ada beberapa perubahan dalam spesifikasi
teknis yang diajukan TNI AL.
Demikian disampaikan Kepala Staf
TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya Agus Suhartono dan Direktur
Jenderal Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Eris Herryanto di
Jakarta, Jumat (15/1), seusai peluncuran buku Mission Accomplished-Misi
Pendaratan Pasukan Khusus oleh Kapal Selam RI Tjandrasa karya Atmadji
Sumarkidjo.
Cakra401 submarine
”Kapal selam tetap diadakan, tahun 2014 diharapkan sudah selesai,” kata Agus Suhartono.
Ia
menyampaikan, kapal selam adalah senjata strategis yang memberikan
dampak politis dan penangkalan. Sebagaimana rencana sebelumnya, pada
2014 diharapkan akan ada dua kapal selam baru. Dengan demikian, pada
2010 ini kontrak direncanakan untuk ditandatangani dan pembangunan yang
memakan waktu tiga tahun bisa dimulai tahun 2011.
”Kita proses lagi pengadaannya dari awal mulai dari kebutuhan operasi dan spesifikasinya kita tata ulang,” kata Agus.
Menyelam lebih lama
Menurut
Agus, salah satu spesifikasi yang diinginkan adalah kemampuan menyelam
yang lebih lama, yaitu minimal 2 minggu. Kemampuan ini belum dimiliki
oleh kapal selam yang kita miliki saat ini.
Beberapa pilihan
yang sempat dibuat beberapa waktu lalu juga dianggap kurang memikirkan
hal itu. Padahal, menurut Agus, ini merupakan salah satu hal yang
paling penting. ”Itu kemampuan yang paling utama. Kalau kapal selam
muncul setiap hari, ya ketahuan, dong,” katanya.
Oleh karena perkembangan tersebut, TNI AL ingin meluaskan pilihan dari yang selama ini pernah disebut-sebut.
Berdasarkan
catatan Kompas, Indonesia memiliki KRI Cakra dan KRI Nanggala yang
merupakan hasil produksi Jerman kelas U 209/1300 pada 1981.
Beberapa
waktu lalu, sempat disebut-sebut kapal selam Jerman kelas U
214/U-212/U209 yang dibuat Korea Selatan dan Kelas Kilo buatan Rusia
sebagai calon kuat yang akan dibeli Pemerintah Indonesia.
”Kita
meluaskan pilihan dari itu. Akan tetapi, mbahnya kapal selam kan
sekitar Jerman dan Rusia atau Korea yang punya kemampuan dengan lisensi
Jerman saja,” kata Agus.
Eris Herryanto mengakui adanya proses
pengkajian dari awal ini. Menurut dia, saat pembukaan seminar
revitalisasi industri pertahanan Desember 2009, Presiden Yudhoyono
menekankan anggaran pada kesejahteraan prajurit dulu.
”Itu salah satu faktor yang membuat adanya pengkajian kembali,” kata Eris.
Penyebab
lain adalah berbagai perubahan kebijakan yang dilakukan TNI AL. Adanya
perkembangan teknologi membuat TNI AL beberapa kali melakukan perubahan
kebijakan.
Hal lain, juga ada kebijakan baru dari pemerintah untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tidak tersedia di dalam negeri dan harus dibeli dari luar harus mengikutsertakan industri dalam negeri. Hal ini ditujukan untuk proses transfer teknologi.
Eris
membantah adanya beberapa pilihan sebelumnya. Menurut dia,
pilihan-pilihan masih terbuka dan semuanya masih dalam proses. Dana
yang dianggarkan untuk pembelian dua kapal selam ini adalah 700 juta
dollar AS.
”Belum tentu tahun ini kontrak ditandatangani,” katanya. (@kompas)